Senin, 01 Juni 2015

SEJARAH IPNU-IPPNU 2 Masa Kelahiran (1954-1955)

Sekitar akhir tahun 1954, di kediaman Nyai Masyhud yang terletak di bilangan Keprabon, Surakarta, beberapa remaja putri yang kala itu sedang menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, mencoba merespon keputusan Muktamar NU ke-20 di Surabaya tentang perlunya organisasi pelajar di kalangan nahdliyyat.(8) Diskusi-diskusi ringan dilakukan oleh Umroh Machfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, Romlah, dan Basyiroh Saimuri. Dengan panduan ketua Fatayat cabang Surakarta, Nihayah, mereka berbicara tentang absennya pelajar putri dalam tubuh organisasi NU. Lebih-lebih setelah kelahiran Muslimat NU (29 Maret 1946) yang beranggotakan wanita-wanita paruh baya, dan Fatayat NU (24 April 1950) yang anggota-anggotanya banyak didominasi oleh ibu-ibu muda.(9) Pembicaraan itu kemudian berkembang dengan argumentasi Nihayah tentang pentingnya didirikan satu wadah khusus bagi para pelajar putri NU. Apalagi keputusan muktamar ke-20 NU tahun 1954 menyatakan, bahwa IPNU adalah satu-satunya organisasi pelajar yang secara resmi bernaung di bawah NU dan hanya untuk laki-laki, sedangkan pelajar putri sebaiknya diwadahi secara terpisah. Nihayah juga berdalih bahwa banyak pelajar-pelajar putri dari kalangan NU yang dimanfaatkan oleh ormas-ormas yang kebanyakan berafiliasi kepada partai politik tertentu di luar NU. Nihayah bahkan menjabat sebagai Ketua Departemen Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berafiliasi kepada Partai Masyumi, padahal menjelang pemilu 1955 NU sudah berpisah menjadi partai sendiri. Obrolan ringan yang biasanya dilakukan seputar waktu senggang setelah sekolah itu akhirnya berkembang menjadi sebuah gagasan kemungkinan pengiriman pelajar putri NU mendampingi pelajar-pelajar putra yang memang pada awal tahun 1955 sedang mempersiapkan muktamar I IPNU yang akan diadakan di Malang, Jawa Timur.
Gagasan ini menjadi semakin matang dengan diusulkannya pembentukan sebuah tim kecil oleh Ahmad Mustahal -ketua NU cabang Surakarta yang juga secara rajin memantau perkembangan gagasan nahdliyyat muda tersebut- untuk membuat draf resolusi pendirian IPNU-Putri. Tim yang diketuai Nihayah dan sekretaris Atikah Murtadlo ini menyusun draf resolusi di kediaman Haji Alwi di daerah Sememen, Kauman, Surakarta dan memutuskan untuk memberitahukan adanya rencana resolusi tersebut kepada PP IPNU yang berkedudukan di Yogyakarta. Tim juga menetapkan dua orang anggotanya yaitu Umroh Machfudzoh dan Lathifah Hasyim sebagai utusan untuk menemui PP IPNU di Yogyakarta. Selanjutnya utusan tersebut berangkat ke Yogyakarta dan diterima langsung oleh Ketua Umum PP IPNU, M. Tolchah Mansoer. Dalam pertemuannya, Umroh menyampaikan permintaan tim resolusi IPNU-Putri agar PP IPNU dapat menyertakan cabang-cabang yang memiliki pelajar-pelajar putri untuk menjadi peserta/wakil putri pada Kongres I IPNU di Malang. Selanjutnya disepakati pula dalam pertemuan tersebut bahwa peserta putri yang akan hadir di Malang nantinya dinamakan IPNU-Putri.
Konperensi Panca Daerah
Sesuai dengan permintaan dihadirkannya utusan IPNU-Putri sebelumnya, selain dihadiri oleh peserta putra dari cabang-cabang IPNU seluruh Indonesia, pembukaan Muktamar I IPNU di pendopo kabupaten Malang dihadiri pula oleh peserta putri yang ternyata hanya berasal dari lima cabang (berikut nama-nama utusannya) yaitu:
1. Cabang Yogyakarta: Asiah Dawami
2. Cabang Surakarta: Umroh Machfudzoh Wahib, Atikah Murtadlo
3. Cabang Malang: Mahmudah Nahrowi
4. Cabang Lumajang: Zanifah Zarkasyi
5. Cabang Kediri: Maslamah
Setelah selesai acara pembukaan, negosiasi formal dilakukan oleh para peserta putri dengan pengurus teras PP IPNU tentang kelanjutan eksistensi IPNU-Putri yang berdasarkan rencana sebelumnya secara administratif akan hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Pembicaraan tentang kemungkinan ini berjalan cukup alot karena PP IPNU secara formal tidak pernah merasa mendirikan IPNU-Putri dan berakhir buntu pada keputusan diadakannya pertemuan intern lebih lanjut di antara utusan putri yang hadir mengenai kedudukan IPNU-Putri. Hasil akhir negosiasi dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan di antara para peserta putri bahwa organisasi IPNU kelak hanya akan lebih serius untuk menggarap anggota dari kalangan putra. Terlebih melihat keputusan-keputusan Konperensi Segi Lima IPNU di Surakarta dan hasil Muktamar ke-20 NU di Surabaya yang memang mengukuhkan eksklusivitas IPNU, hanya untuk pelajar putra. Melihat hal tersebut, pada hari ke-2 kongres, para peserta putri yang ternyata hanya dikirimkan oleh lima cabang itu sepakat untuk mengadakan pertemuan terpisah dari arena kongres IPNU.
Kelima cabang tersebut kemudian mengadakan pertemuan di kediaman K.H. Nachrowi Thohir di daerah Jagalan, Malang. Selama pembicaraan pendahuluan, di dalam forum tersebut sempat berkembang usulan agar IPNU-Putri hanya merupakan satu departemen khusus dalam organisasi IPNU. Pemikiran ini hampir merata di antara seluruh utusan putri yang hadir karena alasan-alasan sebagaimana akan dikemukakan nanti. Tetapi setelah mengadakan konsultasi dengan dua orang jajaran pengurus teras badan otonom NU yang diserahi tanggung jawab dalam pembinaan organisasi pelajar yaitu, Ketua PB Ma’arif NU, K.H. M. Syukri Ghazali, dan Ketua PP Muslimat NU, Mahmudah Mawardi, yang juga sesekali hadir dalam pertemuan itu, keinginan agar untuk selanjutnya IPNU-Putri adalah badan yang terpisah dari IPNU semakin menyala. Akhir dari pembicaraan selama beberapa hari itu berhasil menelurkan keputusan-keputusan sebagai berikut:
1. Pertemuan yang berlangsung pada 28 Februari-5 Maret 1955 dan dihadiri oleh utusan dari lima cabang IPNU-Putri itu selanjutnya disebut sebagai “Konperensi Panca Daerah”.
2. Pembentukan organisasi IPNU-Putri yang secara organisatoris dan administratif terpisah dari IPNU.
3. Tanggal 2 Maret 1955 bertepatan dengan 8 Rajab 1374 H, yaitu hari deklarasi resolusi terbentuknya IPNU-Putri ditetapkan sebagai hari lahir IPNU-Putri (kelak menjadi IPPNU).
4. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan cabang-cabang selanjutnya ditetapkan susunan pengurus Dewan Harian (DH) IPPNU sebagai berikut:
Ketua : Umroh Machfudzoh Wahib
Sekretaris : Syamsiah Muthoyib
dengan tugas-tugas: (a). Mensosialisasikan pembentukan IPNU-Putri kepada pelajar-pelajar putri NU di seluruh Indonesia. (b). Membentuk wilayah-wilayah serta cabang-cabang di seluruh Indonesia. (c). Mengadakan konperensi besar sekaligus peresmian berdirinya IPNU-Putri. (d).
Menyusun dan menetapkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sementara sampai ditetapkannya secara resmi dalam forum muktamar atau konbes. AD IPPNU berhasil disusun oleh DH dan ditetapkan sebagai AD sementara pada tanggal 11 Maret 1955.
5. Dewan Harian ini bertugas sampai dengan terbentuknya Pimpinan Pusat definitif yang dipilih melalui forum muktamar atau konperensi besar. PP IPNU-Putri selanjutnya berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah.
6. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU-Putri kepada PB Ma’arif-NU. Pada tanggal 4 Maret 1955, dikeluarkan surat persetujuan resolusi berdirinya IPNU-Putri dari PB Ma’arif NU. Selain itu PB Ma’arif juga mengusulkan perubahan nama menjadi IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama).(10)
Demikianlah untuk selanjutnya IPPNU berjalan berkelindan dengan IPNU bahu-membahu dalam upaya mengkader pelajar-pelajar di lingkungan NU demi kesinambungan kepemimpinan organisasi yang didirikan para alim ulama ini.

Sejarah Perkembangan IPNU-IPPNU

Bila Presiden RI pertama, Ir Soekarno, pernah mengatakan bahwa “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah” dan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak akan lupa pada sejarah pendahulunya”. Maka demikian pula seharusnya dalam misi perjuangan IPPNU. Roh dari para pendahulu yang demikian berjasa harus selalu mengilhami perjuangan masa kini, tidak akan lupa seorang pemimpin kepada sejarah yang telah membesarkan nama organisasi yang dipimpinnya.
Sejarah kelahiran IPPNU dimulai dari perbincangan ringan oleh beberapa remaja putri yang sedang menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar NU ke-20 di Surakarta. Maka perlu adanya organisasi pelajar di kalangan Nahdliyat. Hasil obrolan ini kemudian dibawa ke kalangan NU, terutama Muslimat NU, Fatayat NU, GP. Ansor, IPNU dan Banom NU lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada kongres I IPNU yang akan diadakan di Malang. Selanjutnya disepakati bahwa peserta putri yang akan hadir di Malang dinamakan IPNU putri.
Dalam suasana kongres, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari – 5 Maret 1955, ternyata keberadaan IPNU putri masih diperdebatkan secara alot. Rencana semula yang menyatakan bahwa keberadaan IPNU putri secara administratif menjadi departemen dalam organisasi IPNU. Namun, hasil pembicaraan dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan eksklusifitas IPNU hanya untuk pelajar putra. Melihat hasil tersebut, pada hari kedua kongres, peserta putri yang terdiri dari lima utusan daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang dan Kediri) terus melakukan konsultasi dengan jajaran teras Badan Otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yakni PB Ma’arif (KH. Syukri Ghozali) dan PP Muslimat (Mahmudah Mawardi). Dari pembicaraan tersebut menghasilkan beberapa keputusan yakni:
  1. Pembentukan organisasi IPNU putri secara organisatoris dan secara administratif terpisah dari IPNU
  2. Tanggal 2 Maret 1955 M/ 8 Rajab 1374 H dideklarasikan sebagai hari kelahiran IPNU putri.
  3. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan-pembentukan cabang selanjutnya ditetapkan sebagai ketua yaitu Umroh Mahfudhoh dan sekretaris Syamsiyah Mutholib.
  4. PP IPNU putri berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah.
  5. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri kepada PB Ma’arif NU. Selanjutnya PB Ma’arif NU menyetujui dan mengesahkan IPNU putri menjadi Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).
Dalam perjalanan selanjutnya, IPPNU telah mengalami pasang surut organisasi dan berbagai peristiwa nasional yang turut mewarnai perjalanan organisasi ini. Khususnya di tahun 1985, ketika pemerintah mulai memberllakukan UU No. 08 tahun 1985 tentang keormasan khusus organisasi pelajar adalah OSIS, sedangkan organisasi lain seperti IPNU-IPPNU, IRM dan lainnya tidak diijinkan untuk memasuki lingkungan sekolah. Oleh karena itu, pada Kongres IPPNU IX di Jombang tahun 1987, secara singkat telah mempersiapkan perubahan asas organisasi dan IPPNU yang kepanjangannya “Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama” berubah menjadi “Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama”.
Selanjutnya, angin segar reformasi telah pula mempengaruhi wacana yang ada dalam IPPNU. Perjalanan organisasi ketika menjadi “putri-putri” dirasa membelenggu langkah IPPNU yang seharusnya menjadi organisasi pelajar di kalangan NU. Keinginan untuk kembali ke basis semula yakni pelajar demikian kuat, sehingga pada kongres XII IPPNU di Makasar tanggal 22-25 Maret tahun 2000 mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikan ke basis pelajar dan penguatan wacana gender.
Namun, pengembalian ke basis pelajar saja dirasa masih kurang. Sehingga pada Kongres ke XIII IPPNU di Surabaya tanggal 18-23 Juni 2003, IPPNU tidak hanya mendeklarasikan kembali ke basis pelajar tetapi juga kembali ke nama semula yakni “Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama”. Dengan perubahan akronim ini, IPPNU harus menunjukkan komitmennya untuk memberikan kontribusi pembangunan SDM generasi muda utamanya di kalangan pelajar putri dengan jenjang usia 12-30 tahun dan tidak terlibat pada kepentingan politik praktis yang bisa membelenggu gerak organisasi. Namun perlu juga dipahami bahwa akronim “pelajar” lebih diartikan pada upaya pengayaan proses belajar yang menjadi spirit bagi IPPNU dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan seluruh komponen masyarakat Indonesia dengan mengedepankan idealisme dan intelektualisme .
Visi Misi IPPNU 
Visi perjuangan IPPNU adalah terbentuknya kesempurnaan pelajar putri Indonesia yang bertakwa, berakhlakul karimah, berilmu dan berwawasan kebangsaan. Yang kemudian dijabarkan dalam misi perjuangannya yakni:
  • Membangun kader NU yang berkualitas, berakhlakul karimah, bersikap demokratis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Mengembangkan wacana dan kualitas sumberdaya kader menuju terciptanya kesetaraan gender.
  • Membentuk kader yang dinamis, kreatif dan inovatif.
Sifat, Fungsi, Azas dan Aqidah

a. Sifat
IPPNU bersifat keterpelajaran, kekeluargaan , kemasyarakatan dan keagamaan.

b. Fungsi
o Wadah berhimpun pelajar Nu untuk melanjutkan semangat jiwa dan nilai-nilai nahdliyin
o Wadah komunikasi pelajar NU dalam pelaksanaan dan pengembangan syariat Islam
o Wadah aktualisasi pelajar NU dalam pelaksanaan dan pengembangan syaria’at Islam

c. Azas
Berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. Aqidah
Beraqidah Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal jama’ah dengan mengikuti salah satu madzhab hanafi, syafi’i, maliki dan hambali.

Tujuan
Ø Membangun kader Nu yang berkualitas, berakhlakul karimah, bersifat demokratis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ø Mengembangkan wacana dan kualitas sumber daya kader menuju terciptanya kesetaraan gender.
Ø Membentuk kader yang dinamis, kreatif dan inovatif.
SEJARAH KELAHIRAN IPPNU
Bermula dari perbincangan ringan yang dilakukan oleh beberapa remaja putri yang sedang menuntut ilmu di Sekolah guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar NU ke-20 di Surakarta. Maka perlu adanya organisasi pelajar di kalangan Nahdliyat. Dalam keputusan ini di kalangan NU, Muslimat NU, Fatayat NU, GP. Ansor, IPNU dan Banom NU lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada kongres I IPNU di Malang Jawa Timur, selanjutnya disepakati dalam pertemuan tersebut bahwa peserta putri yang akan hadir di kongres Malang di namakan IPNU putri.
Dalam suasana kongres ternyata keberadaan IPNU putri nampaknya masih diperdebatkan dengan secara alot. Semula direncanakan secara administratif hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Sementara hasil negosiasi dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan eksklusivitas IPNU hanya untuk pelajar putra. Melihat hasil tersebut maka pada hari kedua kongres, peserta putri yang hanya diwakili lima daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang, dan Kediri) terus melakukan konsultasi dengan dua jajaran di pengurus teras Badan Otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yaitu PB Ma’arif (saat itu dipimpin Bpk. KH. Syukri Ghozali) dan ketua PP Muslimat NU (Mahmudah Mawardi). Maka dari pembicaraan selama beberapa hari telah membuat keputusan sebagai berikut:
1. Tanggal 28 Februari – 5 Maret
2. Pembentukan Organisasi IPNU putri secara organisatoris dan secara administratif terpisah dengan IPNU
3. Tanggal 2 maret 1995M/8 Rajab 1374 H dideklarasi8kan sebagai hari kelahiran IPNU putri
4. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan pembentukan cabang selanjutnya ditetapkan sebagai ketua yaitu UMROH MAHFUDHOH dan sekretarisnya bernama SYAMSIYAH MUTHOLIB.
5. PP IPNU putri berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah.
6. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri kepada PB Ma’arif NU, kemudian PB Ma’arif NU menyetujui dengan merubah nama IPNU putri menjadi IPPNU(Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) PERJALANAN IPPNU DARI MASA KE MASA
Sejalan dengan adanya pelaksanaan konggres dari beberapa zaman ( Kemerdekaan, Orla, orba, Era reformasi) tentu mengalami berbagai peristiwa yang sangat menonjol dalam suatu keputusan kongres, dan dalam perjalanan IPNU dari masa ke masa antara lain :
1. Bulan Februari 1956 diadakan konferensi IPPNU di Surakarta
2. Tanggal 1-4 Januari 1957 pada muktamar IPNU di Pekalongan IPPNU ikut serta. Acara itu diisi olahraga dan juga menghasilkan lambang IPNU-IPPNU
3. Tanggal 14-17 Maret 1960 diadakan Konbes I di Yogyakarta, membicarakan tentang keorganisasian, kemahasiswaan, Pendidikan Islam serta bahasa Arab
4. Tahun 1964 dilaksanakan Konbes III bersama IPNU di Pekalongan, dengan menghasilkan :
a. Doktrin Pekalongan
b. Mengusulkan agar KH. Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan
5. Tanggal 30 Agustus 1966 dalam konggres di Surabaya IPNU dan IPPNU memohon pada PBNU untuk menerimanya sebagai badan otonom
6. Tahun 1967 pada Muktamar NU di Bandung, resmilah IPPNU dimasukkan dalam PD/PRT NU sebagai badan otonom sampai sekarang
7. Pada perkembangan berikutnya nampak pemerintah juga tidak ingin mengambil resiko membiarkan dunia akademik terkontaminasi dengan unsur politik manapun, sehingga diberlakukan UU No. 8 tahun 1985 tentang keormasan khusus untuk organisasi ekstra pelajar adalah OSIS, selama itu IPPNU mengalami stagnasi pengkaderan dan PP didominasi oleh para aktivis yang usianya sudah melebihi batas. Maka pada konggres IX IPPNU di jombang tahun 1987, secara singkat telah mempersiapkan perubahan asas organisasi dan IPPNU yang kepanjanganya IKATAN PELAJAR PUTRI NAHDLATUL ULAMA telah berubah menjadi IKATAN PUTRI-PUTRI NAHDLATUL ULAMA.
8. Bulan Oktober 1990 pada Konbes IPPNU di lampung, menghasdilkan citra diri dan memantapkan PPOA IPPNU.
9. Pada konggres X IPPNU tahun 1991 di ponpes AL WAHDAH lasem jawa tengah, telah menguatkan independensi IPPNU dan IPNU yang merupakan organisasi terpisah.
10. Tanggal 10-14 juli 1996 di pesantren Al Musyaddidah garut Jabar mengadakan konggres XI IPPNU, yang menekankan usia kepemudaan di tubuh IPNU supaya sejajar dengan organisasi pemuda yang lain.
11. Konbes bulan september 1998 di Jakarta, menghasilkan rekomendasi yang samgat menonjol di era reformasi yaitu bahwa IPPNU menyambut baik pendirian PKB yang tidak menggumakan nama NU
12. Tanggal 22-25 Maret 2000, pelaksanaan konggres XII IPPNU di Makassar Ujung Pandang, telah mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikanke basis kepelajaran dan wacana Gender.
13. Tanggal 18 –23 Juni 2003 kongres XIII IPPNU di asrama haji sukolilo Surabaya mengembalikan IPPNU kepada Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama
Tokoh – tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat IPPNU adalah :
1. Rekanita Umroh Mahfudzoh ( Gresik Jatim. 1955 – 1956 )
2. Rekanita Basyiroh Soimuri ( Solo Jateng. 1956 – 1968 )
3. Rekanita Basyiroh Soimuri ( Solo Jateng. 1968 – 1960 )
4. Rekanita Mahmudah Nachrowi ( Malang Jatim. 1960 – 1963 )
5. Rekanita Farida Mawardi ( Surakarta. 1963 – 1966 )
6. Rekanita Mahsanah Asnawi ( Rembang. 1966 – 1970 )
7. Rekanita Ratu Ida Mawaddah ( Serang Banten. 1970 – 1976 )
8. Rekanita Misnar ma’ruf ( Padang Sumbar. 1976 – 1981 )
9. Rekanita Titin Asiyah ( Jakarta. 1981 – 1988 )
10. Rekanita Ulfah Masfufah ( Jatim 1988 – 1991 ; 1991 – 1996 )
11. Rekanita Safira Mahrusah (Yogyakarta. 1996 – 2000 )
12. Ratu Dian Hatifah ( Banten. 2000 – 2003 )
13. Siti Soraya Devi ( Cirebon. 2003 – 2006 )
14. Wafa Patria Ummah ( Jatim. 2006 – 2009 )


HUBUNGAN IPNU – IPPNU DAN ORMAS LAIN
Kaitan IPNU – IPPNU dan NU, bahwa IPNU & IPPNU secara organisatoris merupakan badan otonom NU yang resmi tercantum pada Anggaran Rumah Tangga NU pasal 27 poin 6 bagian f, hasil mukatamar NU lirboyo jawa timur yang mana bahwa IPNU & IPPNU mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan badan otonom yang lain.
Hubungan IPNU dengan IPPNU, bahwa IPNU merupakan mitra kerja IPPNU, sedangkan hubungan IPNU & IPPNU dengan ormas lain , bahwa IPNU & IPPNU mempunyai kedudukan yang sejajar dengan ormas yang lain yang tergabung dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda (KNPI)